7 alasan kenapa Krita lebih baik dari Photoshop

Assalamualaikum.


Sebelum kita mulai, saya perlu tekankan bahwa artikel dan video ini bukanlah ajang untuk menghina-hina Photoshop. Photoshop dan Krita, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Saya menggunakan Photoshop lebih dari 20 tahun, menggunakan Krita sudah hampir 10 tahun, dan saya masih menggunakan keduanya sampai sekarang, bahkan memiliki courses untuk kedua software ini di Udemy dan Skillshare. Jadi, bisa dikatakan saya memahami seluk beluk kedua software ini dengan sangat baik.


Tujuan dari video ini adalah sebagai panduan untuk pengguna baru dalam menentukan software mana yang paling cocok untuk kebutuhan mereka. Intinya adalah, kalau semua 7 alasan yang nanti akan saya jabarkan penting bagi Anda, maka 100% saya akan menyarankan Anda untuk migrasi saja ke Krita dan meninggalkan Photoshop. Tapi kalau hanya sebagian kecil saja dari alasan ini yang penting bagi Anda, mungkin sebaiknya Anda menggunakan Photoshop.


Sebagai panduan secara umum, Photoshop aslinya adalah software untuk manipulasi foto atau gambar. Tapi banyak orang yang kemudian memanfaatkannya untuk membuat ilustrasi atau digital painting. Di lain pihak, Krita aslinya dirancang sebagai software untuk menggambar ilustrasi atau lukisan digital. Dari perbedaan dasar ini, mungkin Anda sudah bisa melihat ke arah mana pembahasan kita berikutnya.

Alasan 1: Gratis dan open source

Alasan pertama, yang mungkin sangat jelas adalah masalah harga yang harus Anda bayar untuk bisa menggunakan softwarenya. Krita adalah software gratis dan open source. Sedangkan Photoshop adalah kebalikannya. Dia adalah software berbayar dan proprietary. Anda harus berlangganan atau membayar tiap bulan untuk bisa menggunakan Photoshop. Harga yang harus dibayarkan pun relatif mahal untuk kebanyakan orang.

Alasan 2: Krita memiliki Brush Engines yang lebih canggih

Alasan yang kedua, adalah fitur “Brush Engine” di Krita yang lebih canggih dari Photoshop. Yang dimaksud dengan “Brush Engine”, adalah potongan program atau bagian dari software yang bertanggung jawab dalam membuat sapuan kuas di kanvas. Pada saat saya merekam video ini, Krita memiliki 16 jenis brush engine yang berbeda. Sehingga, kemungkinan besar, sekompleks apapun kebutuhan Anda terhadap perilaku brush, “brush engines” yang ada di Krita bisa mengakomodirnya.

Sekadar untuk contoh saja. Krita mendukung “brush tip” yang mengandung warna. Sedangkan di Photoshop, brush tip hanya bisa mengandung informasi alpha channel saja. Krita juga mendukung “animated brush”, atau yang di software lain biasa juga disebut dengan istilah “image hose”, atau “image pipe”, atau “sprayer”. Intinya adalah, Anda bisa membuat brush yang menyemprotkan banyak gambar berwarna yang dipilih secara acak atau berurutan. Anda bisa bayangkan waktu yang bisa Anda hemat dengan fitur ini. Hal ini tidak bisa Anda dapatkan di Photoshop. Masih banyak yang bisa kita bahas, tapi saya rasa 2 contoh ini sudah cukup untuk memberikan gambarannya.

Alasan 3: Krita memiliki manajemen brush presets yang lebih baik

Memang Photoshop memiliki fitur pengelolaan brush preset. Tapi sayangnya masih banyak keterbatasannya. Anda bisa filter brush presets melalui namanya. Anda juga bisa menggunakan “Group” untuk mengelompokkan brush preset. Kekurangan dari metode ini adalah sebuah brush hanya bisa berada di dalam satu group saja. Jadi kalau Anda ingin sebuah brush menjadi anggota dari beberapa group sekaligus, terpaksa Anda harus menduplikatnya dulu dengan tombol plus ini.

Kemudian, kalau Anda klik kanan saat menggunakan brush tool, Anda akan mendapatkan tampilan yang sama persis dengan panel “brushes” yang ada di kiri atas ini. Untuk bisa menyempitkan daftar brush presets, satu-satunya cara adalah memanfaatkan fitur “tool presets”. Anda bisa mengaksesnya di atas ini, atau bisa juga dari panel “tool presets”.

Anda bisa bayangkan, saat sesi intensif membuat gambar, menggerakkan mouse bolak-balik ke panel “tool presets” ini akan banyak memakan waktu. Terlebih lagi kalau Anda memiliki resolusi layar monitor yang besar.

Di Krita, daftar brush presets bisa kita filter juga berdasarkan namanya. Tapi yang membuatnya lebih unggul adalah pengelolaannya tidak menggunakan group, akan tetapi menggunakan “Tag”. Kita bisa terapkan lebih dari satu tag pada sebuah brush preset. Sekadar untuk contoh, brush preset “basic 5 size” ini memiliki atau terkait dengan 5 tags yang berbeda. Yang salah satunya adalah tag “Widhi” yang saya buat sendiri.

Fitur “Tag” ini berhubungan erat dengan fitur berikutnya yang akan kita bahas, yaitu “Pop-Up Palette”. Yang dimaksud dengan “Pop-up Palette” adalah panel ini, yang muncul saat kita klik-kanan di Krita, yaitu saat “Brush tool” dalam kondisi aktif. Ada banyak sekali fungsi dari “pop-up palette” ini. Tapi, khusus untuk brush presets, ia dapat menampilkan daftar “Brush Presets” tertentu, berdasarkan tag yang kita tentukan di sini.

karena lokasi “Pop-Up Palette” yang senantiasa dekat dengan lokasi kursor mouse, fitur ini sangat menghemat waktu kita dalam mengubah atau memilih “brush preset”.

Alasan 4: Metode menghapus di Krita yang fleksibel

Di Photoshop, “brush” dan “eraser” adalah dua tools yang terpisah. Masing-masing memiliki setelan yang independen. Jadi bisa saja, saat Anda membuat sapuan dengan brush yang pinggirannya halus. Kemudian Anda ingin menghapus sebagian dari sapuan brush tersebut. Ketika menghapus, ternyata sifat pinggiran brush-nya tajam. Sangat berbeda dengan sapuan brush tadi yang sifatnya halus.

Anda perlu klik kanan dan mengubah brush preset-nya. Kemudian mengatur lagi ukuran brush-nya dengan menekan Alt dan drag dengan tombol kanan mouse. Baru Anda bisa mendapatkan sifat brush yang Anda inginkan. Jadi, di Photoshop, sering kita harus melalui beberapa tahap untuk bisa menghapus dengan benar.

Di Krita, konsep dasar menghapus sedikit berbeda dengan Photoshop. Di Krita, tidak ada tool khusus untuk menghapus. Semua tool untuk menggambar di Krita, bisa berperan ganda sebagai penghapus juga, yaitu bila kita aktifkan tombol “eraser mode” ini, atau dengan menekan huruf E di keyboard. Jadi, seandainya kita sedang membuat sapuan brush dengan “airbrush” preset, yang pinggirannya halus. Lalu kita ingin menghapus. Cukup tekan E untuk mengaktifkan “Eraser mode”. Kita langsung bisa menghapus dengan sifat brush yang sama persis dengan sapuan sebelumnya.

Contoh lain, kalau kita sedang membuat gambar kotak dengan “rectangle tool”. Dengan mengaktifkan “eraser mode”. Gambar kotak yang kita buat akan berfungsi sebagai penghapus.

Nah, sampai di sini, mungkin Anda jadi penasaran. Bagaimana seandainya kita memang ingin sifat “eraser” di Krita lebih mirip Photoshop? Artinya, penghapus dan brush, masing-masing memiliki setelan yang independen. Di sinilah letak fleksibilitas Krita. Kalau perilaku itu yang Anda inginkan, cukup gunakan saja “brush preset” yang fungsinya khusus untuk menghapus. Misalnya brush preset ini.

Brush preset jenis ini akan selalu memiliki sifat menghapus tanpa memedulikan kondisi “eraser mode”. Untuk kembali menggambar atau mewarnai, kita bisa kembali menggunakan brush preset yang sebelumnya. Selain itu, Anda juga bisa membuka jendela “brush settings”. Dan mengaktifkan dua opsi ini.

Bila kedua opsi ini aktif, semua brush preset akan memiliki parameter yang independen saat ia berada di “eraser mode”. Jadi, sekali lagi. Semua opsi ini tersedia di Krita, tinggal bagaimana kita bisa memanfaatkannya saja.

Alasan 5: Krita menyediakan fitur bantuan menggambar yang lebih lengkap

Krita menyediakan berbagai tools atau fitur untuk membantu kita dalam membuat gambar atau ilustrasi, yang sayangnya tidak ada di Photoshop. Atau setidaknya belum tersedia di saat saya merekam video ini. Ada banyak yang bisa kita bahas. Tapi akan saya contohkan dua saja. Yang pertama adalah “Assistant tool”. Tool ini bisa kita analogikan sebagai penggaris yang ada di dunia nyata. Ada banyak jenis “assistant tool” yang disediakan Krita. Bahkan untuk efek perspektif saja, ada 3 jenis assistant yang bisa kita gunakan.

Untuk memanfaatkan “assistants” ini, saat kita menggunakan brush tool, kita perlu aktifkan opsi “snap to assistants”. Sekarang, kalau kita menggambar, Krita akan membantu melekatkan kursor mouse ke lokasi garis atau kurva yang dibentuk oleh objek-objek assistant. Kita bisa dengan mudah menggambar piring misalnya. Atau menggambar bilah pedang yang panjang, dan sebagainya.

Contoh kedua dari fitur menggambar di Krita adalah “Reference Images tool”. Sebagaimana namanya, Anda bisa menggunakan ini untuk menempatkan gambar referensi pada dokumen dengan mudah. Gambar referensi bisa kita atur opacity-nya. Ini bisa bermanfaat bila kita ingin menjiplak gambar misalnya. Kita juga bisa memosisikan gambar referensi agar berada di luar area kanvas supaya tidak mengganggu. Anda bisa manfaatkan ini untuk sampling warna misalnya.

Alasan 6: Grafik Vector di Krita lebih masuk akal

Baik Photoshop maupun Krita, keduanya adalah software berbasiskan Raster, yang juga menyediakan Vector sebagai fitur tambahan. Masalahnya adalah, konsep implementasi Vector di Photoshop agak aneh dan rumit, sehingga tidak mudah untuk dipahami, terutama oleh pengguna yang baru. Di Photoshop, Vector shapes disimpan di panel khusus yang bernama “Paths”, terpisah dari gambar raster yang disimpan di panel “Layers”. Akan sangat panjang untuk membahas seluruh fitur Vector di Photoshop di dalam video ini. Kalau Anda tertarik untuk memperdalamnya, saya punya course di Udemy yang membahasnya yaitu “Photoshop and Illustrator speed illustration workflow”. Untuk sekarang, saya hanya akan fokus pada beberapa keanehan cara kerja Vector di Photoshop.

Kalau kita membuat beberapa shapes berbentuk kotak dalam mode "path". Selama layer “work path” ini aktif, kita bisa menambahkan terus, dan juga mengedit shapes yang ada di dalamnya. Tapi, kalau kita tidak sengaja klik di luar layer “work path”. Lalu mencoba menggambar shape yang lain, misalnya lingkaran. Maka, secara ajaib, vector shape kotak yang tadi kita buat, akan hilang semua. Memang kita masih bisa undo. Tapi itu juga berarti shape lingkaran yang kita buat tadi akan hilang. Untuk menjaga shapes yang sudah kita buat agar tidak dihapus oleh Photoshop, kita perlu mengubah nama layer “work path” menjadi nama yang lain, misalnya “Path 1”.

Nah, di Photoshop, “vector shapes” yang ada di “Paths” tidak ada dampak visualnya sama sekali pada dokumen. Kecuali kalau kita membuat representasi visualnya di panel “layers”, yaitu dengan membuat “Shape Layer” atau yang biasa dikenal juga dengan nama “fill layer”. Untuk membuatnya, dalam kondisi “path” layernya terpilih, buka menu “Layer”. Lalu pilih “New fill layer”, kemudian pilih saja opsi “solid color”. Klik Ok untuk konfirmasi.

Sekarang, path yang kita buat tadi dapat terlihat, karena keberadaan “Shape layer” di panel “Layers”. Meskipun demikian, kalau kita kembali ke “Paths” panel. Ternyata path ini tidak digunakan langsung oleh Photoshop. Yang terjadi barusan adalah Photoshop menduplikatnya dan menjadikannya path yang dinamis yang menempel pada “shape layer”. Kalau kita tidak seleksi “shape layer”-nya, maka path yang bersangkutan juga menjadi tersembunyi. Saya bisa jelaskan masalah ini berjam-jam ke depan. Tapi cukuplah Anda tahu bahwa cara kerja Vector graphics di Photoshop itu akan membingungkan kebanyakan orang yang baru mempelajarinya.

Secara kontras, implementasi Vector di Krita lebih masuk akal dan jauh lebih mudah untuk digunakan. Di Krita, tidak ada panel khusus untuk “path”, yang terpisah dari raster layers. Semuanya bisa kita akses di satu tempat, yaitu di “Layers” docker. Krita mendukung banyak sekali jenis layer dan jenis mask. Kalau Anda ingin menggunakan vector, cukup buat layer baru berjenis Vector, atau yang bernama “Vector Layer”. Di layer ini, kita bisa membuat berbagai jenis bentuk vector, tanpa perlu kuatir Krita akan menghapusnya, bila kita lupa untuk menyeleksi layernya.

Nah, bila layer yang aktif adalah “vector layer”, maka otomatis semua tool gambar di Krita akan berubah menjadi tool versi vector-nya. Dengan pengecualian, tentunya, Anda tidak bisa menggunakan “Freehand Brush tool” dan “Multi-Brush tool” pada “Vector layer”. Karena keduanya hanya bisa bekerja pada “Paint” layer atau layer raster biasa. Kita bisa memilih dan mengedit vector shapes yang sudah kita buat. Kita juga bisa hide atau show layernya. Kita bisa menggabungkan fitur Vector dan Raster di Krita untuk mempercepat proses pembuatan ilustrasi atau digital painting. Kalau Anda tertarik mempelajari seluk beluk tekniknya, Anda bisa bergabung di course saya di Udemy “Menggambar ilustrasi dengan Krita 5.0 tingkat menengah”.

Alasan 7: Krita berjalan pada banyak platform

Alasan yang ke tujuh, adalah, Krita mendukung lebih banyak platform ketimbang Photoshop. Mungkin ini tidak terlalu penting bagi kebanyakan orang, tapi kalau Anda terpaksa menggunakan komputer dengan OS Linux, misalnya. Maka Photoshop bukanlah opsi yang tersedia bagi Anda. Untungnya, alhamdulillah, selain tersedia pada Windows dan Mac, Krita juga tersedia pada platform Linux dan Android.

Demikianlah artikel dan video ini saya buat. Semoga bermanfaat. Wassalaamu'alaikum.


Hormat saya,

Widhi Muttaqien

(www.edutalenta.com)

Subscribe now.

Daftar ke newsletter kami dan terus dapatkan informasi penting terbaru terkait Bisnis, Teknologi, dan Kreativitas.

PT. Expose Edukasi Talenta

Jl. Tytyan Indah Blok W4 No. 12A

RT 004 / RW 012, Kota Bekasi

Jawa Barat, Indonesia, 17133.

Copyright of © Edutalenta (PT Expose Edukasi Talenta)

Powered by